Sabtu, 28 November 2015

Arti dari KODE ETIK , DELIK PERS , OFF THE RECORD dan EMBARGO

Kode Etik
merupakan suatu bentuk aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan dapat di fungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika rasional umum dinilai menyimpang dari aturan yang ada .

Contohnya ,
Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.Wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik. Tujuannya adalah agar wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan informasi.

 

Delik Pers
Berasal dari kata delik & pers . Delict yang berasal dari bahasa Belanda artinya, tindakan pidana / pelanggaran. Sedangkan, pers memiliki arti yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan melalui media elektronik seperti TV/Radio .
Jadi, Delik pers adalah pernyataan pikiran & perasaan yang dapat dijatuhi pidana yang dalam penyelesaiannya membutuhkan publikasi pers.

 

Off the record 
adalah keterangan yang akan disampingkan oleh narasumber kepada wartawan dengan kesepakatan didalam penyiaran khusus nya narasumber namanya disamarkan .

 

Embargo
 
Istilah embargo secara resmi tercantum dalam pasal 7 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berbunyi: “Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan ‘off the record’ sesuai dengan kesepakatan”.
Satu lagi istilah embargo yang bisa kita temukan yaitu dalam Kode Etik Jurnalistik Televisi Indonesia (KJTI). Dalam KJTI ini tepatnya pada pasal 5 ayat 9 menyebutkan, “Dalam menayangkan sumber dan bahan berita secara akurat, jujur dan berimbang, jurnalis televise Indonesia menghormati embargo dan off the record”. KJTI ini sendiri adalah kode etik yang dibuat dan disepakati oleh Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia. Jadi selain pada media cetak, permintaan embargo oleh narasumber juga bisa terjadi di media elektronik seperti televisi.


KABUT , Sang Penghancur Paru – Paru Masyarakat Riau

Jikalau ditanya, apa yang terjadi pada musim kemarau ? Mayarakat yang tinggal di Jawa pasti akan berteriak “Keringnya ladang sebagai penghambat ekonomi kami” . Jikalau pertanyaan tersebut dilayangkan kepada pulau di ujung Indonesia yang bernama Riau . Mereka akan berteriak “Gumpalan asap yang terus masuk kedalam paru-paru kami , Gumpalan yang terus menerus menghancurkan paru-paru kami secara perlahan”.


Entah sengaja atau tidak , mulai musim kemarau di pulau ujung Indonesia ini ditandai dengan bermunculannya titik-titik si jago merah dari hutan maupun lahan yang berada di pulau ini . Pepohonan pun mulai berwarna coklat dan mulai mengering yang memberi arti pepohonan itu tidak dapat bertahan hidup lagi , di karenakan kondisi tanah yang hampir sebagian besar bergambut yang membuat timbulnya titik demi titik si jago merah .

Manusia – manusia egois dan tidak bertanggung jawab dengan apa yang diperbuatnya, terus – menerus menebang kayu-kayu didalam hutan dan membakar lahan-lahan agar dapat dibangun tempat kegiatan produksi lagi . Namun, mereka tak sadar bahwa kegiatan produksinya lah yang menjadi alasan utama berkobarnya si jago merah yang menghancurkan hutan dan lahan masyarakat hingga mengakibatkan gumpalan-gumpalan asap yang semakin hari  membuat masyarakat sesak nafas bahkan sampai berujung dengan kematian karena paru-paru mereka telah hancur dihisap oleh kabut mematikan itu.